Dulu, sewaktu saya masih menjadi satpam pondok, pernah ada seorang wali calon santri datang ke saya dan bertanya sebelum memasukkan putrinya ke pesantren, “Ustadz, banyak tetangga saya yang lulusan pesantren tapi kok kelakuannya buruk, akhlaknya jelek, dan ibadahnya kurang rajin.” Si bapak seperti kurang yakin dengan kualitas pendidikan pesantren karena melihat oknum-oknum lulusan pesantren yang buruk.
Saya jawab, “Pesantren itu bukan tempat untuk mencetak Nabi, bapak . Bahkan pesantren itu tidak mampu mencetak orang baik. Yang bisa dilakukan pesantren hanyalah menyampaikan akhlak-akhlak Nabi kepada umat. Selebihnya kembali kepada pribadi masing-masing.
Ratusan ribu orang bertemu Nabi Muhammad ﷺ , tapi berapa yang mau beriman kepada beliau ?, Itu kelasnya Nabi lho, apalagi kita ? Namun, apa bapak mau mencari pelajaran akhlak Nabi di sekolah-sekolah yang jam pelajaran agamanya cuma 2 jam seminggu ?Apa bapak mau mencari ajaran-ajaran agama yang lengkap di sekolah-sekolah yang bahkan guru agamanya tidak mampu menerjemahkan Al-Qur’an dan perkataan Nabi ? Ya silahkan.
Tapi ustadz, katanya di pesantren sering ada kasus begini dan begitu.” Lanjut si bapak.” Betul pak, bahkan bukan hanya di pesantren, pak. Di SMA negeri juga ada kasus begini begitu, di SMK juga ada, tawuran antar pelajar itu seringnya sekolah umum lho pak. Pembulian juga banyak terjadi di sekolah-sekolah umum. Peredaran narkoba seringnya melibatkan anak-anak sekolah umum lho pak. Seks bebas di sekolah umum juga banyak terjadi. Lalu lebih besar mana kemungkinan kasus kejahatan di sekolah umum dan pesantren?” Jawab saya.
Tapi ustadz, anak tetangga yang lain sekolah di sekolah umum namun akhlaknya baik?” Lanjut si bapak yang kelihatan masih ragu. Lalu saya jawab : “Kebaikan itu terdapat di mana saja”. Bahkan bapak bisa dapatkan kebaikan dari sarang penjahat sekalipun. Seperti air, bapak bisa mendapatkannya di mana saja. Bisa di gunung, di tengah hutan, di lautan, di rawa, dan bahkan di padang pasir pun ada oase. Tapi di mana paling mungkin bapak mendapatkan air yang jernih ? Ya langsung di mata air bukan?.
Pesantren ini ibaratnya mata air dan sumber air. Bapak bisa kok minum air dari sungai, dari laut, dari rawa. Tapi tetap saja air yang paling murni dan paling jernih itu di mata air. Jika ada orang yang minum air dari mata air itu kemudian sakit, apalagi jika dia minum air rawa, air laut, dan sumber-sumber lainnya?.
Jadi, kita hanya berikhtiar mendidik putra-putri bapak untuk bisa meneguk air-air ajaran agama yang murni, selebihnya kita harus banyak berdoa, kalau perlu tirakat, puasa sunah, shalat malam, dan lain-lain, agar Allah ridha kepada ikhtiar kita, sehingga Allah menjadikan anak-anak kita sebagai orang baik setelah lulus pesantren.
Saya tidak mampu membuat anak bapak menjadi anak saleh, tapi saya mampu mengenalkan anak bapak akhlak Nabi 24 jam sehari, 7 hari seminggu. Bukan cuma 2 jam pelajaran seminggu.”Oh gitu ya ustadz, sekarang saya jadi yakin memondokkan putra putri saya ini.
Pondok bukan tempat sulap yang dapat merubah seseorang menjadi seperti kemauannya. Pondok hanya wadah untuk mencari ilmu Allah, berubah baik / tidak akhlaqnya balik lagi ke diri masing-masing. Tapi percayalah tidak mungkin pondok mengajarkan keburukan untuk santrinya.
✍️ Tulisan seorang Ustadz, semoga Allah menjaga beliau