Bismillahirrohmaanirrohiim,,,
Imam Imrithy dalam Nadzomnya berkata :
والنحو أولى أولا أن يعلما # إذ الكلام دونه لن يفهما
“Nahwu adalah ilmu yang paling utama untuk dipelajari, Karena kalam (kalimat arab) tanpa ilmu nahwu tidak akan bisa dipahami.”
Sobat sekalian, Sebagaimana yang telah kita yakini bahwa jalan yang memberi jaminan keselamatan dan kebahagian di akhirat kelak itu tidaklah berbilang. Jalan tersebut adalah memahami dan mengamalkan Al Quran dan As Sunnah sesuai dengan yang di ajarkan oleh Rosulullah saw. Hanya saja bahasa yang dipilih oleh Allah swt sebagai bahasa dari dua pedoman itu adalah bahasa Arab, karena memang bahasa arab adalah bahasa terbaik yang pernah ada. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Ibnu Katsir rahimahullah ketika mentafsirkan ayat ke-2 dari surat Yusuf :
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
“Sesungguhnya Kami telah jadikan Al-Quran dalam bahasa Arab supaya kalian memikirkannya.”
Beliau menjelaskan, bahwa bahasa Arab adalah bahasa yang paling fasih, paling jelas, paling luas, dan paling banyak pengungkapan makna yang dapat menenangkan jiwa. Oleh karena itulah, kitab yang paling mulia (yaitu Al-Qur’an,) diturunkan dengan bahasa yang paling mulia (yaitu bahasa arab).
Dikarenakan Al Quran dan As Sunnah itu berbahasa arab, maka sudah menjadi keharusahan bagi kita untuk belajar bahasa arab, sebab kita tidak akan bisa memahami keduanya dengan baik dan benar kecuali dengan memahami bahasa arab itu sendiri. Dan diantara ilmu terpenting dalam tata bahasa arab adalah ilmu nahwu.
Ilmu nahwu adalah ilmu yang membahas tentang perubahan harakat akhir dalam kalimat arab, yang mana jika seseorang salah dalam memberi harokat akhir suatu teks arab terlebih Al Quran dan As Sunnah maka itu akan dapat mengubah maknanya, sehingga ia akan salah dalam memahami teks tersebut. Contoh ada teks arab bertuliskan :
خلق الله
Jika Kita baca ; خَلَقَ اللهُ (dengan merofa’kan/men-dhomahkan harokat akhir pada Allah). Maka kata “Allah” tersebut berkedudukan sebagai faa’il (pelaku pekerjaan), sehingga artinya ; “Allah ta’ala telah menciptakan”. .
Adapun jika kita baca ; خَلَقَ اللهَ (dengan menashobkan/men-fathahkan harokat akhir pada Allah), Maka kata “Allah” tersebut berkedudukan sebagai maf’ul bih (sasaran pekerjaan), sehingga artinya ; “Dia (laki-laki) telah menciptakan Allah”. Na’udzubillahi min hadzal ma’na, kita berlindung dari mengucap kalimat seperti ini, sebab hal tersebut tidak lah mungkin dan mustahil, bahkan yang demikian itu bertentangan dengan Aqidah yang benar.
Sobat sekalian itulah sebagian kecil dari contoh-contoh yang menunjukkan bahwa kalau kita salah memberi harokat akhir pada suatu teks arab maka akan dapat merubah makna dari teks tersebut. Hal ini menunjukkan pada kita akan pentingnya belajar ilmu nahwu. Dengan belajar ilmu nahwu, kita akan mudah dan benar dalam memahami teks-teks berbahasa arab, termasuk didalamnya Al Quran dan As Sunnah.
Terlebih lagi bagi para sobat penuntut ilmu yang ingin mengkaji lebih dalam kitab-kitab turost para ulama terdahulu, maka ilmu nahwu sudah menjadi tangga awal yang wajib kalian tapaki agar mudah dalam memahami karya karya para ulama tersebut . Demikian yang bisa saya bagikan, Wallahu a’lam bish showwab, semoga bermanfaat, Aamiin…..