Imam Ahmad bin Hanbal berkata :
النَّاسُ إِلَى الْعِلْمِ أَحْوَجُ مِنْهُمْ إِلَى الطَّعَامِ وَالشَّرَابِ. لِأَنَّ الرَّجُلَ يَحْتَاجُ إِلَى الطَّعَامِ وَالشَّرَابِ فِي الْيَوْمِ مَرَّةً أَوْ مَرَّتَيْنِ. وَحَاجَتُهُ إِلَى الْعِلْمِ بِعَدَدِ أَنْفَاسِهِ
“Kebutuhan manusia terhadap ilmu (syar’i) itu melebihi kebutuhannya terhadap makanan dan minuman. Karena seseorang membutuhkan makanan dan minuman dalam sehari hanya sekali atau dua kali (saja), adapun kebutuhannya terhadap ilmu (syar’i) itu sebanyak tarikan nafasnya.” [Madaarijus Saalikiin,2/440]
Mungkin diatara kita bertanya tanya dalam hati, apa sih yang mendasari seorang Imam Ahmad bin Hanbal (salah satu imam besar madzhab) bisa menyimpulkan bahwa manusia itu lebih butuh kepada ilmu dari pada makan dan minum. Bahkan beliau mengibaratkan kebutuhan manusia akan ilmu (syar’i) itu seperti butuhnya dia terhadap nafas, sehingga tak terhitung jumlahnya. Semoga alasan alasan dibawah ini sedikit menjawab :
Pertama, Dimulai dari alasan yang paling remeh, Bahwa Orang bijak arab pernah berkata :
” لولا العلم لكان الناس كالبهائم “
” Kalaulah bukan karena ilmu, niscaya Manusia itu seperti binatang.”
Jadi,,, simpelnya, jika kita tidak mau disamakan dengan binatang, maka belajarlah dan carilah ilmu. Bahkan Allah swt sangat mencela orang orang bodoh, yaitu orang yang tidak mau ingin tahu akan kebenaran, acuh terhadap ilmu syariat dan tidak mau memahaminya sedikitpun. Sehingga Allah katakan orang orang seperti itu seperti binatang. Allah berfirman :
إِنَّ شَرَّ الدَّوَابِّ عِنْدَ اللَّهِ الصُّمُّ الْبُكْمُ الَّذِينَ لَا يَعْقِلُونَ
“Sesungguhnya binatang (makhluk) yang seburuk-buruknya pada sisi Allah, ialah orang-orang yang tuli dan bisu yang tidak mengerti apa-apa.” [Al Anfal: 22]
Ibnu katsir menjelaskan ayat diatas, bahwa Allah SWT memberitahukan kepada kita bahwa manusia jenis sepert ini merupakan makhluk yang paling buruk, dan kedudukannya sama dengan binatang. Oleh karennya Allah SWT, berfirman: Sesungguhnya binatang yang seburuk-buruknya pada sisi Allah ialah orang-orang yang tuli yaitu orang orang yang tidak mau mendengarkan perkara yang Haq. dan bisu yaitu tidak mau memahaminya (diam seribu bahasa). Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan sebagai orang yang tidak mengerti apa pun.
Alasan kedua adalah sebagaimana alasan manusia diciptakan di muka bumi ini, yaitu agar mereka beribadah hanya kepada Alloh swt semata hinga ajal menjemputnya. Allah berfirman :
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” [QS. Adz Dzariyat: 56] diayat lain Allah swt berfirman :
وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ
“Dan sembahlah Rabbmu sampai datang kepadamu al yaqin (yakni ajal).” [QS. Al Hijr: 99].
Sedangkan salah satu syarat diterimanya ibadah seorang hamba adalah Dia beribadah sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Rosululloh saw. Dan semua hal tersebut tidak akan bisa diketahui dan didapat kecuali dengan menuntut ilmu. Sebagaimana ibadah itu diperintahkan sepanjang hidup, maka menuntut ilmu syar’i juga menjadi kewajiban bagi hamba Allah sepanjang hidupnya.
Alasan ke tiga adalah tuntutan seorang muslim, Selain menjadi orang yang sholih linafsihi (sholih untuk dirinya sendiri), dia juga diharapkan menjadi orang yang sholih lighoirihi (sholih untuk orang orang disekitarnya), dan yang paling terdekat yaitu keluarga dan kerabatnya. Hanya saja mustahil bagi seseorang untuk menjadi sholih tanpa berilmu terlebih dahulu. Begitupula bagaimana mungkin dia bisa mensholihkan orang lain, jika dia sendiri tidak cukup bekal ilmu untuk mengajari mereka. Allah swt berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
“Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka” [QS.At Tahrim : 6]
Sahabat Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu mengatakan bahwa makna ayat diatas adalah “addibhum wa ‘allimhum” (didiklah mereka dan ajarkan ilmu kepada mereka)
Alasan ke empat yaitu tuntutan seorang muslim yang lebih luas lagi yaitu Ihtimam bi amril ummah (memperhatikan perkara ummat). Rosulullah saw bersabda :
” من لم يهتم بأمر المسلمين فليس منهم “
“Barangsiapa yang tidak peduli dengan urusan kaum muslimin, maka dia bukan dari golongan mereka.” (HR. Imam at Thobroni ; walaupun secara sanad hadist ini lemah, tapi secara makna kandungan hadist dibenarkan dalam syariat dan banyak hadist shohih yang semakna dengan hadist ini)
Adapun salah satu perkara ummat yang penting untuk diperhatikan diakhir zaman ini adalah kebodohan dan kesesatan ummat dari ajaran yang benar. Dan salah satu cara untuk mengislahnya yaitu dengan DAKWAH. Sedangkan bekal terpenting dalam dakwah adalah ILMU.
Alasan ke lima adalah amanat terbesar dari Alloh swt dalam surat Asy syuro ayat 13 yang dibebankan kepada seluruh umat islam, Allah swt berfirman :
أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُوا
“Tegakkanlah agama. Dan janganlah berpecah belah (tentangnya).”
Iqoomatud Dien, Sebuah amanat yang telah dibebankan semenjak zaman para Nabi ‘alaihimussalam hingga zaman sekarang, dan akan terus berlanjut sampai Agama islam ini benar benar tegak dimuka bumi. Sedangkan Syaikhul islam Ibnu Ta imiyah berkata :
فقوام الدين بالكتاب الهادي والسيف الناصر.وكفى بربك هاديا و نصيرا
“Maka tegaknya agama adalah dengan kitab yang memberi petunjuk dan pedang sebagai penolong, dan cukuplah bagimu Alloh menjadi petunjuk dan penolong.”
Begitu pula Imam Ibnu qoyyim rahimahullahu ta’ala juga berkata :
إِنَّما جعل الْعلْم مِنْ سَبيْل اللهِ لأَنَّ به قوَامُ الإِسْلامِ, كما أَنَّ قَوَامه بِالْجِهَاد, فَقَوَامُ الدّيْن بالْعلم و الْجهاد
“Sesungguhnya dijadikan menuntut ilmu itu termasuk perkara fi sabilillah (di jalan Allah), karena dengannya akan tegak agama Islam sebagaimana tegaknya agama dengan jihad, maka tegaknya agama itu dengan ilmu dan jihad.”
Agama Islam ini akan tegak dengan Dakwah & Jihad. Adapun Syeikh Ustaimin rohimahulloh ta’ala tatkala ditanya tentang bekal yang paling utama bagi seorang Da’i, beliau menjawab : “Hendaknya ia menjadi seorang yang alim (berilmu).”
Begitu pula dengan jihad harus mengikuti al kitab (sesuai ilmu syar’i). Sungguh jika pedang diasah dengan ilmu (pemahaman) yang benar, maka dia akan menjadi penolong yang kuat. Sebaliknya jika pedang tanpa diasah dengan ilmu yang benar, maka akan menjadi penghambat bahkan menjadi bumerang dalam iqomatuddin.
Ilmu adalah bekal …
Berbekalah sebanyak banyaknya dengan waktu yang Alloh swt masih berikan …
Wallahu a’lam bis showwab, semoga bermanfaat, Aamiin …
Comments 1