Bab al I’rab dan al Bina’ (Kitab at Tuhfah as Saniyah Syarah Muqodimah Al Ajurumiyah)
الْإِعْرَابُ هُوَ تَغْيِيرُ أَوْاخِرِ الْكَلِمِ لِإِخْتِلَافِ الْعَوَامِلِ الدَّاخِلَةِ عَلَيْهَا لَفْظًا أَوْ تَقْدِيرًا
I’rab adalah perubahan keadaan akhir suatu kata karena perbedaan amil yang masuk, baik perubahannya secara lafadzi atau taqdiri (di perkirakan).
وَأَقُولُ: الْإِعْرَابُ لَهُ مَعْنَيَانِ : أَحَدُهُمَا لُغَوِيٌّ وَالْآخَرُ اصْطِلَاحِيٌّ. أَمَّا مَعْنَاهُ فِي اللُّغَةِ فَهُوَ : الْإِظْهَارُ وَالْإِبَانَةُ، تَقُولُ: أَعْرَبْتُ عَمَّا فِي نَفْسِي، إِذَا أَظْهَرْتَهُ وَ أَبَنْتَهُ. وَأَمَّا مَعْنَاهُ فِي الْإِصْطِلَاحِ فَهُوَ مَا ذَكَرَهُ الْمُؤَلِّفُ بِقَوْلِهِ : (تَغْيِيرُ أَوَاخِرِ الْكَلِمِ- إلخ)
Kata I’rab memilik dua makna, yaitu secara bahasa dan secara istilah. Adapun makna i’rab secara bahasa adalah (الإظهار) menampakkan/mengungkapkan dan (الإبانة) menjelaskan. Contoh :
أَعْرَبْتُ عَمَّا فِي نَفْسِي
Aku mengungkapkan dan menjelaskan apa yang ada dalam jiwaku (isi hati).
Sedangkan makna secara istilah adalah apa yang penulis sebutkan dengan ucapannya : (تَغْيِيرُ أَوَاخِرِ الْكَلِمِ) hingga selesai.
وَالْمَقْصُودُ مِنْ (تَغْيِيرِ أَوَاخِرِ الْكَلِمِ) تَغْيِيرُ أَحْوَالِ أَوَاخِرِ الْكَلِمِ، وَلَا يُعْقَلُ أَنْ يُرَادَ تَغْيِيرُ نَفْسِ الْأَوَاخِرِ، فَإِنَّ آخِرَ الْكَلِمَةِ نَفْسَهُ لَا يَتَغَيَّرُ، وَتَغْيِيرُ أَحْوَالِ أَوَاخِرِ الْكَلِمَةِ عِبَارَةٌ عَنْ تَحَوُّلِهَا مِنَ الرَّفْعِ إِلَى النَّصْبِ أَوِ الْجَرِّ: حَقِيقَةً أَوْ حُكْمًا، وَيَكُونُ هَذَا التَّحَوُّلُ بِسَبَبِ تَغْيِيرِ الْعَوَامِلِ: مِنْ عَامِلٍ يَقْتَضِي الرَّفْعَ عَلَى الْفَاعِلِيَّةِ أَوْ نَحْوِهَا، إِلَى آخَرَ يَقْتَضِي النَّصْبَ عَلَى الْمَفْعُولِيَّةِ أَوْ نَحْوِهَا، وَهَلُمَّ جُرًّا.
Adapun maksud dari perubahan pada akhir kata di sini adalah perubahan keadaan akhir kata. Dan perubahan yang di maksud bukan di pahami dengan perubahan huruf akhirnya, karena pada nyatanya huruf akhir dari kata itu tidak berubah. Dan yang di maksud dari perubahan keadaan pada akhir kata di sini adalah ungkapan dari berubahnya kata dari (keadaan) rofa’ ke nashab atau jer, baik secara hakikat atau secara hukum. Dan perubahan ini terjadi karena berubah-rubahnya amil yang masuk. Seperti halnya dari amil yang menuntut rafa’ menjadi fa’il atau semacamnya, ke keadaan lain yang menuntut nashab seperti menjadi maf’ul atau semacamnya, dan begitu seterusnya.
مَثَلًا إِذَا قُلْتَ: (حَضَرَ مُحَمَّدٌ) فَمُحَمَّدٌ: مَرْفُوعٌ؛ لِأَنَّهُ مَعْمُولٌ لِعَامِلٍ يَقْتَضِي الرَّفْعَ عَلَى الْفَاعِلِيَّةِ، وَهَذَا الْعَامِلُ هُوَ (حَضَرَ)، فَإِنْ قُلْتَ : (رَأَيْتُ مُحَمَّدًا) تَغَيَّرَ حَالُ آخِرِ (مُحَمَّد) إِلَى النَّصْبِ؛ لِتَغْيِيرِ الْعَامِلِ بِعَامِلٍ آخَرَ يَقْتَضِي النَّصْبَ وَهُوَ (رَأَيْتُ)، فَإِذَا قُلْتَ (حَظَيْتُ بِمُحَمَّدٍ) تَغَيَّرَ حَالُ آخِرِهِ إِلَى الْجَرِّ؛ لِتَغْيِيرِ الْعَامِلِ بِعَامِلٍ آخَرَ يَقْتَضِي الْجَرَّ وَهُوَ الْبَاءُ
Misalnya, jika anda mengatakan :
حَضَرَ مُحَمَّدٌ
Muhammad telah hadir.
maka kata (مُحَمَّدٌ) adalah marfu’ (dibaca rofa’) karena ia terkena amil yang menuntut rofa’ menjadi fa’il. Dan amil tersebut adalah kalimat fi’il (حَضَرَ). Kemudian jika anda mengatakan :
رَأَيْتُ مُحَمَّدًا
Saya telah melihat Muhammad.
Maka kata (مُحَمَّد) keadaan akhirnya berubah menjadi nashob di karenakan berubahnya amil dengan masuknya amil yang menuntut nashab yaitu رَأَيْتُ. Kemuduan jika anda mengatakan :
حَظَيْتُ بِمُحَمَّدٍ
Saya berjalan pelan di depan Muhammad.
Maka berubahlah keadaan akhir kata (مُحَمَّد) menjadi jer. Di sebabkan perubahan amil denganmasuknya amil lain yang menuntut jer yaitu huruf ba`.
وَإِذَا تَأَمَّلْتَ فِي هَذِهِ الْأَمْثِلَةِ ظَهَرَ لَكَ أَنَّ آخِرَ الْكَلِمَةِ – وَهُوَ الدَّالُ مِنْ مُحَمَّدٍ – لَمْ يَتَغَيَّرْ، وَأَنَّ الَّذِي تَغَيَّرَ هُوَ أَحْوَالُ آخِرِهَا: فَإِنَّكَ تَرَاهُ مَرْفُوعًا فِي الْمِثَالِ الْأَوَّلِ، وَمَنْصُوبًا فِي الْمِثَالِ الثَّانِي، وَمَجْرُورًا فِي الْمِثَالِ الثَّالِثِ
Jika engkau perhatikan pada contoh-contoh di atas, maka akan nampak bagimu bahwa akhir kata – yaitu huruf dal pada (مُحَمَّد) – tidaklah berubah. Dan bahwa yang berubah adalah keadaan akhir kata tersebut. Pada contoh pertama engkau melihat dia marfu’, pada contoh kedua dia manshub dan pada contoh ke tiga dia majrur.
وَهَذَا التَّغْيِيرُ مِنْ حَالَةِ الرَّفْعِ إِلَى حَالَةِ النَّصْبِ إِلَى حَالَةِ الْجَرِّ هُوَ الْإِعْرَابُ عِنْدَ الْمُؤَلِّفِ وَمَنْ ذَهَبَ مَذْهَبَهُ، وَهَذِهِ الْحَرَكَاتُ الثَّلَاثُ – الَّتِي هِيَ الرَّفْعُ وَالنَّصْبُ وَالْجَرُّ – هِيَ عَلَامَةٌ وَأَمَارَةٌ عَلَى الْإِعْرَابِ
Proses perubahan dari keadaan rofa’ menjadi nashob kemudian menjadi jer itulah yang dinamakan i’rab menurut Penulis dan ulama yang sependapat dengan beliau. Dan tiga harakat ini – yaitu rofa’ (dengan dhommah) nashob (dengan fathah), dan jer (dengan kasroh) – adalah tanda i’rab.
وَمِثْلُ الْإِسْمِ فِي ذَلِكَ الْفِعْلُ الْمُضَارِعُ، فَلَوْ قُلْتَ: (يُسَافِرُ إِبْرَاهِيمُ) فَيُسَافِرُ: فِعْلٌ مُضَارِعٌ مَرْفُوعٌ؛ لِتَجَرُّدِهِ مِنۡ عَامِلٍ يَقۡتَضِي نَصۡبَهُ أَوۡ عَامِلٍ يَقۡتَضِي جَزۡمَهُ، فَإِذَا قُلۡتَ: (لَنۡ يُسَافِرَ إِبۡرَاهِيمُ) تَغَيَّرَ حَالَ (يُسَافِرُ) مِنَ الرَّفۡعِ إِلَى النَّصۡبِ، لِتَغَيُّرِ الۡعَامِلِ بِعَامِلٍ آخَرَ يَقۡتَضِي نَصۡبَهُ، وَهُوَ (لَنۡ)، فَإِذَا قُلۡتَ: (لَمۡ يُسَافِرۡ إِبۡرَاهِيمُ) تَغَيَّرَ حَالَ (يُسَافِرُ) مِنَ الرَّفۡعِ أَوِ النَّصۡبِ إِلَى الۡجَزۡمِ، لِتَغَيُّرِ الۡعَامِلِ بِعَامِلٍ آخَرَ يَقۡتَضِي جَزۡمَهُ، وَهُوَ (لَمۡ)
Dan yang serupa dengan isim dalam masalah i’rob adalah fi’il mudhari’, Apabila anda mengatakan :
يُسَافِرُ إِبْرَاهِيمُ
Maka (يُسَافِرُ) adalah fi’il mudhari’ marfu’ karena tidak ada amil yang menyebabkan nashob atau amil yang menyebabkan jazm. Dan jika anda mengatakan :
لَنۡ يُسَافِرَ إِبۡرَاهِيمُ
Maka berubahlah keadaan يُسَافِرُ dari rofa’ menjadi nashob. Di sebabkan perubahan amil sebelumnya dengan amil lain yang menyebabkan nashob, yaitu (لَنۡ). Kemudian jika anda mengatakan :
لَمۡ يُسَافِرۡ إِبۡرَاهِيمُ
Maka berubahlah keadaan (يُسَافِر) dari rofa‘ atau nashob menjadi jazm. Karena perubahan amil sebelumnya dengan amil lain yang menyebabkan jazm, yaitu لَمۡ.
وَاعۡلَمۡ أَنَّ هٰذَا التَّغَيُّرَ يَنۡقَسِمُ إِلَى قِسۡمَيۡنِ : لَفۡظِيٌّ وَتَقۡدِيرِيٌّ. فَأَمَّا اللَّفۡظِيُّ فَهُوَ: مَا لَا يَمۡنَعُ مِنَ النُّطۡقِ بِهِ مَانِعٌ كَمَا رَأَيۡتَ فِي حَرَكَاتِ الدَّالِ مِنۡ (مُحَمَّدٌ) وَحَرَكَاتِ الرَّاءِ مِنۡ (يُسَافِرُ)
Ketahuilah, bahwa perubahan keadaan akhir kata ini terbagi menjadi dua macam, yaitu perubahan lafadzy dan perubahan taqdiry (di perkirakan)
Adapun perubahan lafdzy adalah perubahan yang tidak ada mani‘ (faktor penghalang) yang menghalangi pengucapan bacaan akhir sebuah kata, sebagaimana yang anda lihat pada harakat huruf dal pada kata (مُحَمَّدٌ) dan harakat huruf ra` pada kata (يُسَافِرُ).
وَأَمَّا التَّقۡدِيرِيُّ: فَهُوَ مَا يَمۡنَعُ مِنَ التَّلَفُّظِ بِهِ مَانِعٌ مِنۡ تَعَذُّرٍ، أَوِ اسۡتِثۡقَالٍ، اَوۡ مُنَاسَبَةٍ؛ تَقُولُ: (يَدۡعُو الۡفَتَى وَالۡقَاضِي وَغُلَامِي) فَيَدۡعُو: مَرۡفُوعٌ لِتَجَرُّدِهِ مِنَ النَّاصِبِ وَالۡجَازِمِ، وَالۡفَتَى: مَرۡفُوعٌ لِكَوۡنِهِ فَاعِلًا، وَالۡقَاضِي وَغُلَامِي: مَرۡفُوعَانِ لِأَنَّهُمَا مَعۡطُوفَانِ عَلَى الۡفَاعِلِ الۡمَرۡفُوعِ، وَلٰكِنۡ الضَّمَّةُ لَا تَظۡهَرُ فِي أَوَاخِرِ هٰذِهِ الۡكَلِمَاتِ، لِتَعَذُّرِهَا فِي (الۡفَتَى) وَثِقَلِهَا فِي (يَدۡعُو) وَفِي (الۡقَاضِي) وَلِأَجۡلِ مُنَاسَبَةِ يَاءِ الۡمُتَكَلِّمِ فِي (غُلَامِي)؛ فَتَكُونُ الضَّمَّةُ مُقَدَّرَةً عَلَى آخِرِ الۡكَلِمَةِ مَنَعَ مِنۡ ظُهُورِهَا التَّعَذُّرُ، أَوِ الثِّقَلُ، أَوِ اشۡتِغَالِ الۡمَحَلِّ بِحَرَكَةِ الۡمُنَاسَبَةِ
Adapun perubahan taqdiry yaitu perubahan yang terdapat mani‘ (penghalang) yang menghalangi dari pelafadzannya baik berupa ta’adzur (mustahil di ucapkan karena berakhiran huruf yang tidak bisa menyandang tanda i’rab selamanya), ist tistqal (berat untuk di ucapkan), atau munasabah (menyesuaikan harokat yang cocok). Contoh :
يَدۡعُو الۡفَتَى وَالۡقَاضِي وَغُلَامِي
Pemuda, hakim dan budakku sedang berdoa.
Kata (يَدۡعُو) marfu’ karena tidak ada amil yang menashobkan dan menjazmkan. Adapun (الۡفَتَى) marfu’ karena berkedudukan sebagai fa’il. Sedangkan (الۡقَاضِي & غُلَامِي) marfu ’ karena keduanya di’athafkan ke fa’il yang marfu’. Hanya saja harakat dhommah pada akhir kata-kata tersebut tidak nampak, di sebabkan faktor ta’adzdzur (mustahil di ucapkan) pada kata (الۡفَتَى), at tsiqal (berat diucapkan) pada kata (يَدۡعُو) dan (الۡقَاضِي), kemudian munasabah (penyesuaian harakat) dengan ya` mutakallim pada kata (غُلَامِي). Sehingga harakat dhommah di perkirakan pada akhir katanya, terhalang darinya nampak oleh ta’adzdzur, ats tsiqal, atau terpakainya tempat oleh harakat yang menyesuaikan.
وَتَقُولُ: (لَنْ يَرْضَى الْفَتَى وَالْقَاضِي وَغُلَامِي) وَتَقُولُ: (إِنَّ الْفَتَى وَغُلَامِي لَفَائِزَانِ) وَتَقُولُ: (مَرَرْتُ بِالْفَتَى وَغُلَامِي وَالْقَاضِي)
Sehingga anda akan mengatakan :
لَنْ يَرْضَى الْفَتَى وَالْقَاضِي وَغُلَامِي
Pemuda, hakim dan budakku tidak akan ridho.
إِنَّ الْفَتَى وَغُلَامِي لَفَائِزَانِ
Sungguh pemuda dan budakku beruntung.
مَرَرْتُ بِالْفَتَى وَغُلَامِي وَالْقَاضِي
Saya melewati pemuda, budakku dan hakim.
فَمَا كَانَ آخِرُهُ أَلِفًا لَازِمَةً تُقَدَّرُ عَلَيْهِ جَمِيعُ الْحَرَكَاتِ لِلتَّعَذُّرِ، وَيُسَمَّى الْإِسْمُ الْمُنْتَهَى بِالْأَلِفِ مَقْصُورًا، مِثْلُ الْفَتَى وَالْعَصَا وَالحجَى وَالرَّحَى وَالرِّضَا
Semua isim yang huruf akhirnya adalah alif lazimah maka semua harokatnya di perkirakan sebab at ta’adzur dan isim tersebut dinamakan dengan isim maqshur. Contoh :
الْفَتَى (pemuda) الْعَصَا (tongkat) الحجَى (perasaan) الرَّحَى (awan) الرِّضَا (ridho)
وَمَا كَانَ آخِرُهُ يَاءَ لَازِمَةً تُقَدَّرُ عَلَيْهِ الضَّمَّةُ وَالْكَسْرَةُ لِلثِّقَلِ، وَيُسَمَّى الْإِسْمُ الْمُنْتَهَى بِالْيَاءِ مَنْقُوصًا، وَتَظْهَرُ عَلَيْهِ الْفَتْحَةُ لِخِفَّتِهَا، نَحْوُ: الْقَاضِي وَالدَّاعِي وَالْغَازِي وَالسَّاعِي وَالْآتِي وَالرَّامِي
Adapun isim-isim yang huruf akhirnya adalah ya` lazimah maka harakat dhammah dan kasrah di taqdirkan karena ats tsiqal , dan isim tersebut dinamakan dengan isim manqush. Sedangkan harokat fathah di nampakkan karena ringan dalam pengucapannya. Contoh :
الْقَاضِي (hakim) الدَّاعِي (pendakwah) الْغَازِي (prajurit) السَّاعِي (pekerja) الْآتِي (yang datang) الرَّامِي (penembak)
وَمَا كَانَ مُضَافًا إِلَى يَاءِ الْمُتَكَلِّمِ تُقَدَّرُ عَلَيْهِ الْحَرَكَاتُ كُلُّهَا لِلْمُنَاسَبَةِ، نَحْوُ: غُلَامِي وَكِتَابِي وَصَدِيقِي وَأَبِي وَأُسْتَاذِي
Adapun isim yang mudhof kepada ya` mutakallim semua harakat di perkirakan karena al munasabah (menyesuaikan harokat yang cocok sebelum ya’ Contoh :
غُلَامِي (budakku) كِتَابِي (bukuku) صَدِيقِي (temanku) أَبِي (ayahku) أسْتَاذِي (guruku)
وَيُقَابِلُ الْإِعْرَابَ الْبِنَاءُ، وَيَتَّضِحُ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا تَمَامَ الْإِتِّضَاحِ بِسَبَبِ بَيَانِ الْآخَرِ. وَقَدْ تَرَكَ الْمُؤَلِّفُ بَيَانَ الْبِنَاءِ، وَنَحْنُ نُبَيِّنُهُ لَكَ عَلَى الطَّرِيقَةِ الَّتِي بَيَّنَّا بِهَا الْإِعْرَابَ، فَنَقُولُ
Kebalikan dari al i’rab adalah al bina`. Dan setiap kata dari keduanya akan tergambar secara jelas dengan menjelaskan lawan katanya. Dan Penulis (Ibnu Ajurrum) tidak menjelaskan al bina`, oleh karenanya kami akan menjelaskan kepada anda para pembaca dengan metode yang sama ketika kami menjelaskan al i’rab. Oleh sebab itu, kami katakan:
لِلْبِنَاءِ مَعْنَيَانِ : أَحَدُهُمَا لُغَوِيٌّ، وَالْآخَرُ اصْطِلَاحِيٌّ : فَأَمَّا مَعْنَاهُ فِي اللُّغَةِ فَهُوَ عِبَارَةٌ عَنْ وَضْعِ شَيْءٍ عَلَى شَيْءٍ عَلَى جِهَةٍ يُرَادُ بِهَا الثُّبُوتُ وَاللُّزُومُ
وَأَمَّا مَعْنَاهُ فِي الْإِصْطِلَاحِ فَهُوَ لُزُومُ آخَرِ الْكَلِمَةِ حَالَةً وَاحِدَةً لِغَيْرِ عَامِلٍ وَلَا اعْتِلَالٍ، وَذَلِكَ كَلُزُومِ (كَمْ) وَ (مَنْ) السُّكُونَ، وَكَلُزُومِ (هَؤُلَاءِ) وَ (حَذَامِ) وَ (أَمْسِ) الْكَسْرَ، وَكَلُزُومِ (مُنْذُ) وَ (حَيْثُ) الضَّمَّ، وَكَلُزُومِ (أَيْنَ) وَ (كَيْفَ) الْفَتْحَ
Al bina` memiliki dua makna : secara bahasa dan secara istilah.
Adapun makna al bina` secara bahasa adalah ungkapan dari meletakkan sesuatu di atas sesuatu yang lain dengan cara tertentu sehingga ia kokoh dan tetap (pada tempatnya)
Adapun makna al bina` secara istilah adalah keadaan akhir sebuah kata yang tidak berubah dan tetap dalam satu bentuk saja bukan karena adanya amil serta bukan pula karena i’tilal (adanya huruf ‘illah pada akhir kata). Contoh tetapnya kata ( كَمْ ) dan ( مَنْ ) pada harokat sukun, tetapnya kata (هَؤُلَاءِ) ,(حَذَامِ) , dan (أَمْسِ) pada harokat kasroh, tetapnya kata (مُنْذُ) dan (حَيْثُ) pada harokat dhommah, dan tetapnya kata (كَيْفَ) pada harokat fathah.
وَمِنْ هَذَا الْإِيضَاحِ تَعْلَمُ أَنَّ أَلْقَابَ الْبِنَاءِ أَرْبَعَةٌ السُّكُونُ، وَالْكَسْرُ، وَالضَّمُّ، وَالْفَتْحُ. وَبَعْدَ بَيَانِ كُلِّ هَذِهِ الْأَشْيَاءِ لَا تَعْسُرُ عَلَيْكَ مَعْرِفَةُ الْمُعْرَبِ وَالْمَبْنِي، فَإِنَّ الْمُعْرَبَ: مَا تَغَيَّرَ حَالُ آخِرِهِ لَفْظًا أَوْ تَقْدِيرًا بِسَبَبِ الْعَوَامِلِ، وَالْمَبْنِي مَا لَزِمَ آخِرُهُ حَالَةً وَاحِدَةً لِغَيْرِ عَامِلٍ وَلَا اعْتِلَالٍ
Dari penjelasan di atas anda mengetahui bahwa tanda al bina` ada empat,yaitu sukun, kasrah, dhommah, dan fathah. Dan setelah semua penjelasan ini, maka anda tidak lagi mengalami kesulitan untuk mengenali mana kalimat yang mu’rab dan mana kalimat yang mabni.
Adapun Mu’rab adalah kata yang dapat berubah keadaan akhirnya baik secara lafdzy atau secara taqdiry (di perkirakan) yang disebabkan oleh amil-amil yang masuk. Sedangkan Mabni adalah kata yang keadaan akhirnya tetap pada satu keadaan saja, bukan karena masuknya amil dan bukan pula karena berakhiran huruf ‘illah.